Sekolah Jam 6 Pagi: Niat Baik yang Perlu Diperhitungkan Matang
![]() |
Indra Martha Rusmana Akademisi dan Sekretaris PW Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI) Provinsi Banten |
Inisiatif Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk memulai aktivitas sekolah pukul 06.00 pagi patut diapresiasi sebagai bentuk kepedulian terhadap pembentukan karakter disiplin dan produktivitas sejak dini. Sebagai seseorang yang terbiasa sekolah pagi sejak kecil, saya pribadi tidak mempermasalahkan kebijakan tersebut, bagi saya pribadi hal ini bukan sesuatu yang berat, selama didukung oleh sistem yang adil, manusiawi, dan memikirkan semua pihak. Apalagi dengan sistem zonasi saat ini, siswa tidak harus menempuh jarak jauh ke sekolah.
Namun demikian, yang perlu diperhitungkan secara cermat adalah dampaknya terhadap para guru, orang tua, dan siswa secara menyeluruh, bukan hanya soal jarak dan waktu tempuh.
Guru dan Orang Tua: Pahlawan Subuh yang Terabaikan?
Sebagian besar guru juga adalah orang tua. Mereka harus mengurus anak sendiri, mempersiapkan kebutuhan rumah tangga, dan tetap profesional dalam mengajar. Ketika siswa masuk pukul 06.00 pagi, maka bisa jadi guru harus bersiap sejak pukul 04.00 pagi atau bahkan lebih awal. Kondisi ini tentu sangat berpengaruh pada stamina, konsentrasi, bahkan kesehatan jiwa mereka dalam jangka panjang.
Demikian pula para orang tua yang harus mengantar anaknya di tengah suasana dini hari yang masih gelap, dingin, dan berpotensi rawan secara keamanan.
Apa Kata Para Ahli?
1. Prof. Dr. Fasli Jalal, M.Sc, Ph.D – Mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional:
“Jam masuk sekolah yang terlalu pagi bisa berdampak pada pola tidur anak-anak yang belum stabil, terutama anak usia SD dan SMP. Kurang tidur dapat menurunkan konsentrasi dan semangat belajar mereka di pagi hari.”
2. Dr. Doni Koesoema, M.Ed – Pakar Pendidikan Karakter:
“Semangat untuk menanamkan disiplin harus dibarengi dengan pemahaman pedagogis. Disiplin bukan hanya soal bangun pagi, tapi tentang bagaimana anak bisa tumbuh dalam suasana yang mendukung perkembangan moral, sosial, dan emosionalnya.”
3. Najeela Shihab – Praktisi dan Aktivis Pendidikan:
“Sebelum membuat kebijakan jam sekolah lebih pagi, dengarkan dulu suara para guru dan orang tua. Pendidikan itu bukan hanya ruang kelas, tapi ekosistem. Jangan sampai yang dikorbankan adalah kualitas hidup dan kebahagiaan anak-anak kita.”
Jika Harus Jam 6 Pagi, Inilah Solusinya:
1. Uji coba terbatas terlebih dahulu di daerah dengan kesiapan infrastruktur dan budaya yang cocok.
2. Fleksibilitas bagi guru dan siswa yang punya kondisi khusus, seperti jarak jauh, keluarga tunggal, atau keterbatasan transportasi.
3. Pengadaan program sarapan sehat di sekolah, karena banyak anak tidak sempat makan jika harus berangkat terlalu pagi.
4. Reformulasi jam kerja guru dan tenaga pendidik, agar tidak menimbulkan beban administratif yang berlebihan.
5. Peningkatan keamanan lingkungan sekitar sekolah, terutama untuk jam subuh yang masih rawan.
Menjadi Bangsa Disiplin Itu Mungkin
Saya yakin, semangat Pak Dedi Mulyadi lahir dari niat tulus membentuk generasi tangguh dan tertib waktu. Namun, sebuah kebijakan yang baik harus menyentuh realitas, bukan hanya idealitas. Pendidikan bukan sekadar membangun rutinitas, tapi ekosistem tumbuh kembang yang sehat dan penuh empati.
Jika pun harus diterapkan, libatkan semua unsur: guru, orang tua, anak, ahli pendidikan, dan psikolog anak. Karena perubahan sistem belajar harus dimulai dari kepedulian, bukan hanya keberanian.
Wallahu a’lam.
Salam pendidikan dan persaudaraan.