Cerita Kecerdasan Majemuk dari SMAN 4 Cilegon
![]() |
Wahyu Fatihah, Guru SMAN 4 Cilegon |
Ikatan Guru Indonesia menyelenggarakan Temu Pendidik Nusantara (TPN) XII bekerja sama dengan FKIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta). Acara yang kolaboratif bersama Guru Belajar Foundation tersebut diselenggarakan pada hari Selasa 17 Juni 2025. Salah satu rangkaian kegiatan tersebut adalah adanya kelas pendidik dan kelas pemimpin.
Menariknya, salah satu kelas pendidik yang dibuka berupa bedah buku. Adapun buku yang dibedah berjudul Membangun Iklim Pendidikan yang ditulis oleh belasan pendidik yang ada di Provinsi Banten. Salah satu penulis yang membedah tulisannya adalah Wahyu Fatihah, guru kimia SMA Negeri 4 Cilegon.
Bu Ayu, panggilan akrab Wahyu Fatihah, bercerita tentang beberapa murid di kelasnya yang terlihat tertinggal dan tidak menunjukkan minat dalam pembelajaran.
“Saya kadang merasa sedih ketika melihat beberapa murid yang potensinya tidak tergali hanya karena pendekatan pembelajaran yang kurang tepat,” ungkapnya. Menindaklanjuti kondisi tersebut Bu Ayu mulai mencari informasi dan melakukan refleksi diri guna menggali strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar murid. Salah satu konsep yang ia mulai tekankan adalah konsep kecerdasan majemuk atau Multiple Intelligences.
Menurutnya, konsep kecerdasan majemuk meyakini bahwa tidak ada anak yang bodoh, sebab setiap anak adalah unik dan minimal memiliki satu kelebihan, bahkan ada yang memiliki beberapa macam kecerdasan dasar (multi talenta). Sehingga dalam pelaksanaan proses pembelajaran dan pendidikan, melakukan penilaian dan menstimulasi kecerdasan anak harus dilakukan secara jeli dan cermat, dengan cara merancang sebuah metode khusus, sehingga anak bisa menjadi lebih terampil dan berkembang sesuai kecerdasan yang dimilikinya.
“Selanjutnya, saya mencoba melakukan proses pembelajaran dengan berbagai metoda dan pendekatan,” ujar Wahyu. Ia mencoba menjadikan pembelajaran lebih ril dalam berbagai materinya sehingga pembelajaran lebih bermakna, serta menampung berbagai inspirasi dan masukan dari siswa.
“Untuk mendukung proses tersebut, saya juga membuat media pembelajaran dengan berbagai kriteria berupa gambar, teknologi, visual, nyanyian, bahkan puisi,” tambahnya saat ditemui di sela-sela kegiatan TPN XII di Kota Serang. Selain itu, ia juga melakukan refleksi dari kegiatan yang telah dilakukan, untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat mengikuti pembelajaran yang telah dilakukan.
Wahyu menambahkan bahwa pengalaman tersebut mengajarkannya saya bahwa keberagaman bukanlah hambatan, melainkan kekayaan yang perlu dikelola dengan bijak. Dengan pendekatan yang tepat, setiap murid memiliki peluang untuk berkembang dan menunjukkan potensi terbaiknya.
“Tidak lupa juga berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait. Dukungan dari rekan sejawat dan diskusi dalam komunitas guru juga membantu saya mengembangkan strategi yang lebih inklusif. Perlahan, saya mulai melihat perubahan. Murid menjadi lebih aktif, percaya diri, dan menunjukkan perkembangan belajar yang signifikan,” pungkasnya. #rim