Mengawal Arah BUMN Pasca Erick Thohir: Kepentingan Publik atau Kepentingan Kelompok?
Jakarta – Pergeseran Erick Thohir dari kursi Menteri BUMN menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memunculkan diskursus penting mengenai arah reformasi birokrasi dan tata kelola perusahaan negara ke depan. Kekosongan jabatan Menteri BUMN menuntut pemerintah berhati-hati dalam menentukan sosok pengganti, mengingat posisi tersebut strategis dalam mengelola ratusan BUMN dengan perputaran aset ribuan triliun rupiah.
Ketua Bidang BUMN Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Kamaludin SE, menyampaikan pandangan kritis terhadap momentum ini. Menurutnya, jabatan Menteri BUMN tidak boleh dipandang sekadar kursi politik, melainkan harus diisi oleh figur yang memiliki integritas, kompetensi manajerial, serta keberpihakan nyata pada kepentingan rakyat. “Pengganti Menteri BUMN harus mampu memberi dampak langsung bagi masyarakat, bukan sekadar menjadi perpanjangan tangan kelompok tertentu,” ujar Kamaludin.
Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran publik bahwa proses penunjukan pejabat di level kementerian kerap ditunggangi kepentingan politik dan ekonomi. Padahal, sektor BUMN adalah tulang punggung perekonomian nasional yang menguasai hajat hidup orang banyak, mulai dari energi, transportasi, keuangan, hingga pangan. Bila pengelolaannya tidak tepat, maka kerugian besar tidak hanya dirasakan oleh negara, tetapi juga langsung menghantam kehidupan rakyat kecil.
Kamaludin menilai pemerintah harus memperhatikan rekam jejak calon Menteri BUMN. Sosok yang dibutuhkan bukan hanya berpengalaman dalam manajemen perusahaan besar, tetapi juga mampu membangun kultur birokrasi yang transparan, profesional, dan bebas dari intervensi politik jangka pendek. “Reformasi BUMN tidak bisa dijalankan dengan pola lama yang sarat kompromi politik. Harus ada keberanian melakukan perombakan struktural yang berorientasi pada kepentingan nasional,” jelasnya.
Isu yang sempat mencuat mengenai kemungkinan peleburan Kementerian BUMN ke dalam Danantara juga dinilai Kamaludin perlu dikaji secara hati-hati. Menurutnya, restrukturisasi kelembagaan harus dilandasi kajian akademis dan perencanaan matang, bukan sekadar manuver politik atau eksperimen kelembagaan. “Peleburan kementerian tanpa desain kelembagaan yang jelas justru akan mengacaukan arah reformasi BUMN,” tegasnya.
KNPI melalui bidang BUMN juga mengingatkan bahwa generasi muda Indonesia memiliki ekspektasi tinggi terhadap transformasi perusahaan pelat merah. Di tengah tantangan globalisasi, digitalisasi, dan perubahan iklim, BUMN dituntut tidak hanya mencari keuntungan, melainkan juga berperan sebagai agen pembangunan berkelanjutan. Hal ini membutuhkan pemimpin yang visioner dan mampu mengintegrasikan kepentingan jangka panjang bangsa dengan strategi bisnis modern.
Kamaludin menekankan pentingnya meritokrasi dalam penunjukan pejabat negara, khususnya di Kementerian BUMN. Praktik jual beli jabatan atau penunjukan berbasis kedekatan personal, jika masih terjadi, akan menghancurkan kredibilitas pemerintah di mata publik. “Kita mendukung Presiden Prabowo untuk benar-benar menempatkan figur terbaik, bukan figur titipan,” ungkapnya.
Lebih jauh, ia menyoroti perlunya kolaborasi antara Kementerian BUMN dengan sektor pendidikan, riset, dan kewirausahaan pemuda. Sinergi ini diyakini akan memperkuat kapasitas BUMN menghadapi tantangan disrupsi teknologi sekaligus membuka lapangan kerja yang lebih luas bagi generasi muda. Dengan demikian, manfaat BUMN tidak hanya dinikmati oleh elit ekonomi, tetapi juga menjadi instrumen peningkatan kesejahteraan rakyat secara merata.
KNPI menegaskan sikapnya untuk selalu mendukung agenda pemerintah dalam pembangunan, tetapi dengan tetap memberikan masukan kritis agar kebijakan tidak melenceng dari aspirasi masyarakat. Kritik konstruktif ini diharapkan menjadi bagian dari proses demokrasi yang sehat, di mana kebijakan publik lahir dari dialektika antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil.
Pada akhirnya, momentum pergantian Menteri BUMN pasca-gesernya Erick Thohir ke Kemenpora harus dijadikan titik balik menuju tata kelola BUMN yang lebih bersih, transparan, dan berpihak kepada rakyat. Figur pengganti Erick harus menjawab tantangan besar: mengakhiri dominasi kepentingan kelompok dalam tubuh BUMN dan mengembalikan perusahaan negara sebagai pilar ekonomi nasional yang benar-benar berdaulat.