"PLT Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Banten Harus Bertanggung Jawab Penuh Atas Temuan LHP BPK Dana BOS TAHUN 2024".
BANTEN, -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Banten, menemukan adanya dugaan penggelembungan harga (markup) dalam anggaran kegiatan pembelanjaan barang dan jasa di Satuan Pendidikan yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten untuk tahun anggaran 2024.
Temuan ini mencuat setelah BPK melakukan pemeriksaan secara uji petik terhadap Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
Plt. Kepala Dinas Dindikbud Provinsi Banten, dalam keterangannya kepada BPK, mengakui bahwa pihaknya belum pernah menyampaikan usulan barang/jasa yang dibutuhkan oleh satuan pendidikan (sekolah) untuk ditetapkan dalam SHSBJ.
Kondisi ini membuat sekolah-sekolah berasumsi bahwa kebutuhan mereka sudah terakomodasi dalam RKAS, dan jika standar harga tidak tersedia, mereka terpaksa berinisiatif menyusun harga secara mandiri.
Menurut laporan BPK, biang keladi dari potensi selisih harga ini adalah tidak diaturnya Standar Harga Satuan Barang/Jasa (SHSBJ) tahun 2024 untuk satuan pendidikan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Banten Nomor 13 Tahun 2023. Akibatnya, terjadi kekosongan acuan harga resmi yang dapat dipedomani sekolah.
Hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK terhadap tujuh sekolah sampel memperlihatkan beberapa pola yang mengkhawatirkan :
1.Nilai satuan yang digunakan pada RKAS juga ditemukan lebih tinggi dibandingkan harga yang tertera pada SHSBJ (yang kemungkinan merujuk pada standar harga dari sumber atau tahun sebelumnya yang masih relevan).
2. Penyusunan RKAS di tingkat sekolah menunjukkan kelemahan, di mana nilai satuan barang/jasa belum mencantumkan secara spesifik jenis dan satuan produk yang dianggarkan.
Selain itu, masih ditemukan kesalahan dalam input nama barang.
Dindikbud Dinilai Lalai Dalam Menjalankan Monitoring,,, Sekolah Jadi Korban Temuan LHP BPK 2024
Temuan BPK ini langsung mendapat sorotan tajam dari pemerhati dunia pendidikan di Banten.
Mereka menilai, penyusunan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan, termasuk standar harga, seharusnya menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan sebagai lembaga struktural, bukan dibebankan kepada pihak sekolah.
“Jika ada temuan BPK atas dasar ketidaktahuan pihak sekolah dalam menyusun secara mandiri kerangka harga acuan pada RKAS, tentu ini menjadi kelalaian Dindikbud Banten,” ujar Pemerhati Pendidikan Banten, Tubagus Aji Kaloran, kepada awak media Rabu (28/5/2025).
Menurut Aji, ketiadaan SHSBJ yang valid dari Dindikbud menempatkan kepala sekolah dalam posisi sulit.Dia menyatakan,harga barang/jasa yang dibutuhkan dan dibeli oleh sekolah tidak tercantum dalam RKAS juga SHSBJ, sehingga kepala sekolah menjadi korban Dindikbud Banten
Ia juga mengungkapkan, berdasarkan informasi dari beberapa kepala sekolah SMA, SMK, dan SKh, baik negeri maupun swasta, Dindikbud Banten kerap tidak memberikan arahan yang jelas dalam pembelanjaan barang/jasa menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Beberapa sekolah bahkan mengaku kesulitan untuk berkoordinasi dengan Dindikbud Banten terkait pengelolaan Dana BOS. Ini membuat Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendidikan patut dipertanyakan,” lanjut Aji.
Desakan Evaluasi Kinerja DINDIKBUD Banten
Menyikapi kondisi ini, Aji Kaloran, sebagai perwakilan masyarakat Banten yang peduli terhadap kualitas pendidikan, mendesak Gubernur Banten untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja pejabat di Dinas Pendidikan. Langkah ini dianggap krusial agar sekolah tidak lagi dibebani dengan tugas-tugas administratif seperti pengelolaan dan penyusunan RKAS serta SHSBJ.
“Sekolah seharusnya fokus terhadap pendidikan anak murid, bukan disibukkan dengan menyiapkan rancangan ataupun kerangka acuan belanja,” tegasnya. “Fungsi Dindikbud Banten perlu dievaluasi secara serius agar tidak membebani sekolah di luar fungsinya sebagai pendidik siswa.”ujarnya.(01)