Nelayan Binuangeun Merugi, Harga Benih Bening Lobster Tak Sesuai Aturan KKP. "Audit Koperasi Penampung Benih Benih Lobster"
Lebak, Kabarindo79.Com. Ratusan nelayan di wilayah pesisir Binuangeun, Kabupaten Lebak, Banten, keluhkan harga Benih Bening Lobster (BBL), dimana harga pasar saat ini tidak sesuai dengan Peraturan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Menurut para nelayan, selama tiga bulan terakhir ini, harga jual BBL hanya berada di kisaran Rp 2.500,- per ekor. Jauh di bawah harga patokan yang ditetapkan oleh KKP, yaitu sebesar Rp 8.500,- per ekor.
Uchan, Sekjen Paguyuban Nelayan Kabupaten Lebak, dalam keterangan yang diterima wartawan menuturkan bahwa nelayan kecil merasa dikhianati oleh regulasi yang seharusnya melindungi para nelayan, akan tetapi pada prakteknya justru membuat nelayan merasa merugi.
"Hasil tangkapan BBL kami menumpuk, tidak laku. Sebagian bahkan harus dibuang. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal kehormatan kami sebagai nelayan,” Ujarnya
Menurut Uchan, penyebab utama anjloknya harga ini karena koperasi dan pihak pembudidaya dari BLU BPBAP Situbondo mengatakan tidak mendapat Purchase Order (PO) yang memadai dari pembeli akhir.
"Kata orang dinas pihak BLU BPBAP Situbondo tidak ada order BBL," ujar Uchan.
Uchan menyebut bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap Keputusan Menteri KKP RI Nomor 24 Tahun 2024, khususnya pada diktum pertama dan kedua, yang menetapkan harga patokan terendah, yaitu sebesar Rp 8.500,- per ekor.
“Kami ini rakyat kecil yang tunduk pada aturan. Tapi kalau aturan tidak ditegakkan untuk kami, lalu siapa yang akan melindungi kami dari pasar yang sewenang-wenang," keluhnya.
Untuk itu dirinya beserta ratusan nelayan mendesak agar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan langkah langkah. Pertama, mengevaluasi dan penindakan tegas terhadap koperasi atau pihak pembeli yang membeli di bawah HPT.
Kedua, Penguatan pengawasan atas pelaksanaan Permen KKP No. 7 Tahun 2024, terutama pasal-pasal tentang perlindungan nelayan kecil. Ketiga, pembentukan mekanisme penyerapan wajib atau buffer stock nasional, terutama oleh BLU BPBAP Situbondo di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Keempat, Audit BLU BPBAP Situbondo untuk perwujudan transparansi kepada publik khususnya nelayan kecil. Kelima, penyelenggaraan dialog terbuka antara KKP dan nelayan Binuangeun, untuk menyampaikan aspirasi dan solusi jangka panjang.
“Nelayan tidak bisa terus jadi korban pasar yang tidak manusiawi. Nelayan butuh jaminan bahwa hasil kerja kami di laut bisa dihargai layak, sesuai janji negara. Jika tidak, maka yang tersisa dari peraturan hanyalah kertas kosong,” pungkas Uchan. (*/red).